Demi memenuhi kebutuhan produk halal yang diproduksi Jepang, First co ltd bersama Cool Japan Strategy Promotion Project METI meluncurkan program yang dinamakan Japan Halal Food Project.
Menurut Eichi Ueda, Officer Direktur Eksekutif FIRST Co Ltd, masyarakat Muslim di Jepang hingga kini masih sulit mendapat produk halal di negara Jepang.
Dengan adanya program ini, ia berharap dapat mengakhiri keraguan masyarakat islam akan makanan halal itu. "Ini saat yang penting.
Selain bisa memberikan informasi kalau produk makanan di Jepang bisa berguna untuk dikonsumsi, kami bisa juga memberikan pemahaman kepada orang Jepang terkait eksistensi Islam," ungkap Eichi Ueda di Le Meridiren, Jakarta, Rabu, (4/11).
Mengambil konsep "nyaman, aman, dan bersih", konsep halal dalam Islam dinilai sangat dekat hubungannya dengan konsep yang dimiliki Jepang. Eichi Ueda menilai, sistem kontrol produksi Jepang itu sangat bisa dan cocok diaplikasikan dalam mendukung pola kehidupan orang Indonesia, dilihat dari sisi keamanan dan kesehatan.
Untuk mengakomodasi status kehalalan produk agar bisa sampai ke pasar muslim Indonesia, Nippon Asia Halal Association (NAHA) pun masih berusaha mendapatkan akreditasi dari MUI. Menurut Rodiyan Gibran Sentanu selaku NPO NAHA, standar yang digunakan MUI masih ketat. Pihaknya mengaku akan melakukan apapun untuk mendapatkan sertifikasi MUI.
"MUI terkenal di dunia halal. NAHA siap melakukan apa pun untuk mendapatkan sertifikasi. Itulah mengapa kami ingin belajar banyak," ungkapnya.
Dengan bersertifikasi MUI, menurutnya, ini menjadi awal mula proses dakwah Islam di Jepang. Selama ini, citra Islam di Jepang hanya sebagai teroris. "Ini bisa memudahkan Jepang untuk lebih menerima Islam," katanya.
NAHA juga turut membantu MUI dan masyarakat Islam untuk mnyebarkan halal di Jepang. Sampai sekarang, banyak masyarakat Jepang yang tidak paham akan unsur halal. "Yang selama ini diketahui kalau barang haram hanya yang mengandung babi dan nonalkohol," ungkapnya. Selain itu, hal ini bisa pula memfasilitasi perusahaan Jepang yang ingin memberikan sertifikasi halal itu. "Kami berusaha menjadi penengah."
Sampai saat ini, beberapa staf NAHA telah mengikuti training sertifikasi halal yang diselenggarakan oleh LPPOM MUI sejak 2012. Dewan direksi NAHA juga sudah beberapa kali bertemu dengan pimpinan LPPOM MUI.
Menurut Eichi Ueda, Officer Direktur Eksekutif FIRST Co Ltd, masyarakat Muslim di Jepang hingga kini masih sulit mendapat produk halal di negara Jepang.
Dengan adanya program ini, ia berharap dapat mengakhiri keraguan masyarakat islam akan makanan halal itu. "Ini saat yang penting.
Selain bisa memberikan informasi kalau produk makanan di Jepang bisa berguna untuk dikonsumsi, kami bisa juga memberikan pemahaman kepada orang Jepang terkait eksistensi Islam," ungkap Eichi Ueda di Le Meridiren, Jakarta, Rabu, (4/11).
Mengambil konsep "nyaman, aman, dan bersih", konsep halal dalam Islam dinilai sangat dekat hubungannya dengan konsep yang dimiliki Jepang. Eichi Ueda menilai, sistem kontrol produksi Jepang itu sangat bisa dan cocok diaplikasikan dalam mendukung pola kehidupan orang Indonesia, dilihat dari sisi keamanan dan kesehatan.
Untuk mengakomodasi status kehalalan produk agar bisa sampai ke pasar muslim Indonesia, Nippon Asia Halal Association (NAHA) pun masih berusaha mendapatkan akreditasi dari MUI. Menurut Rodiyan Gibran Sentanu selaku NPO NAHA, standar yang digunakan MUI masih ketat. Pihaknya mengaku akan melakukan apapun untuk mendapatkan sertifikasi MUI.
"MUI terkenal di dunia halal. NAHA siap melakukan apa pun untuk mendapatkan sertifikasi. Itulah mengapa kami ingin belajar banyak," ungkapnya.
Dengan bersertifikasi MUI, menurutnya, ini menjadi awal mula proses dakwah Islam di Jepang. Selama ini, citra Islam di Jepang hanya sebagai teroris. "Ini bisa memudahkan Jepang untuk lebih menerima Islam," katanya.
NAHA juga turut membantu MUI dan masyarakat Islam untuk mnyebarkan halal di Jepang. Sampai sekarang, banyak masyarakat Jepang yang tidak paham akan unsur halal. "Yang selama ini diketahui kalau barang haram hanya yang mengandung babi dan nonalkohol," ungkapnya. Selain itu, hal ini bisa pula memfasilitasi perusahaan Jepang yang ingin memberikan sertifikasi halal itu. "Kami berusaha menjadi penengah."
Sampai saat ini, beberapa staf NAHA telah mengikuti training sertifikasi halal yang diselenggarakan oleh LPPOM MUI sejak 2012. Dewan direksi NAHA juga sudah beberapa kali bertemu dengan pimpinan LPPOM MUI.